Sabtu, 13 September 2014



Negara Menghegemoni Masyarakat : Upaya Membentuk Masyarakat Madani Dalam Era-Multidimensi

REJUVENASI KEBIJAKAN NASIONAL, PILAR MASYARAKAT MADANI
oleh: lucky andayansyah
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Masyarakat madani merupakan Ultimate Goal [1]dari ajaran Islam di dunia yang dalam versi bahasa Indonesia di ungkapkan dengan frasa masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT dan dalam versi Al-quran di ungkapkan dengan frasa baldatun thayyibatun wa robbun ghofur.[2]
Masyarakat madani adalah refleksi dari masyarakat yang pernah dibentuk oleh Muhammad SAW beberapa abad yang silam, ketika ia dan umatnya hijrah dari mekkah ke madinah. Karakteristik dari masyarakat tersebut yang paling utama adalah berlakunya hukum-hukum yang ada di masyarakat tersebut berdasarkan hukum ilahi yaitu, Al quran dan Al hadits. Kerukunan , keadilan , kemakmuran, dan kebahagiaan, adalah fonomena yang tercapai di dalam masyarakat madani.
Adanya perjanjian yang disepakati kala itu menjadi salah satu alas an terciptanya masyarakat madani, Piagam Madinah terdapat sepuluh prinsip dasar yaitu: (1) prinsip kebebasan beragama, (2) prinsip persaudaraan beragama, (3) prinsip persatuan politik dalam meraih cita-cita bersama, (4) prinsip saling membantu yaitu setiap orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat, (5) prinsip persamaan hak dan kewajiban warga negara terhadap negara, (6) prinsip persamaan di depan hukum bagi setiap warga negara, (7) prinsip penegakan hukum demi tegaknya keadilan dan kebenaran tanpa pandang bulu, (8) prinsip pemberlakuan hukum adat yang tetap berpedoman pada keadilan dan kebenaran, (9) prinsip kedamaian dan keadilan. Hal ini berarti pelaksanaan prinsip-prinsip masyarakat Madinah tersebut tidak boleh mengorbankan keadilan dan kebenaran, dan (10) prinsip pengakuan hak atas setiap orang. Prinsip ini adalah pengakuan terhadap penghormatan atas hak asasi setiap manusia.
Dalam perspektif  ilmu social modern, masyarakat madani hanya dapat tercapai dengan melakukan gerakan pemberdayaan terhadap masyarakat sendiri, Artinya, masyarakat mampu melaksanakan aktivitasnya secara mandiri dari setiap aspek kehidupannya. Bekerja bersama menginginkan adanya partisipasi kolektif dari seluruh elemen yang ada dalam masyarakat sedangkan berbuat setara menginginkan adanya kesetaraan partisipasi antara seluruh elemen yang ada dalam masyarakat. Antar berbagai kalangan dikota dalam masyarakat yang majemuk. Kepentingan antar golongan dalam masyarakat diatur secara demokratis, dengan tiap kelompok mengambil bagian kegiatan sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-masing. Sepeninggal rasulullah, atau dimasa ke khalifahan, para kholifah sebagai pengusa islam tetap bertindak mengikuti konsekwensi logis prinsip-prinsip yang telah diletakkan nabi dengan terus memperluas daerah kekuasaan islam sesudah konsolidasi kesatuan politik dengan seluruh zajirah arab selesai, baik sebagai ekspansi politik maupun militer dengan gerakan pembebesan islam dan bukan sekedar penaklukan. Hasil dari semua usaha itu adalah diperolehnya landasan baru bagi pertumbuhan baru dan pengembangan peradaban yang sejalan dengan prinsip kemanusiaan yang universal.
Menurut Nur Cholis Majid, masyarakat Madani berasal dari kata “madani” yang merujuk pada Madinah, Oleh karna itu, masyarakat madani diasosiasikan dengan “masyarakat beradab”.[3] Selain itu dalam bahasa arab “madani” adalah “kota”, karna itu banyak yang menyebut masyarakat madani adalah “masyarakat kota”. Dan mereka melakukan semua perintah agamanya yang tercantum pada kitab suci Al-Quran. Sedangkan Civil Society adalah masyarakat madani menurut bangsa barat yang diartikan sebagai masyarakat kota atau masyarakat moden yang memiliki rasionalitas hokum sebagai “warga negara” yang taat hukum lebih baik.
Pada dasarnya setiap manusia ingin hidup dalam keadaan tentram, aman dan damai. Seperti harapan bangsa Indonesia yang ingin mewujudkan masyarakat yang adil dan beradap (Madani).
Untuk mewujudkan itu tentunya haruslah kita mengobtimalkan perhatian pada manusia yang menjadi sumber dalam proses menuju masyarakat madani, tentunya harus ada upaya-upaya pemerintah dalam membentuk masyarakat adil dan beradab.












BAB II
PEMBAHASAN
REJUVENASI KEBIJAKAN NASIONAL, PILAR MASYARAKAT MADANI

"Tuhan tidak akan mengubah nasib kaumNya bila kaum itu tidak merubah nasibnya sendiri”[4]
Sebagai umat Islam, kita tentunya harus percaya dan meyakini serta mengamalkan pedoman umat manusia yang telah diturunkan oleh Allah SWT melalui malakat Jibril AS kepada nabi junjungan umat Islam Muhammad SAW berupa Al-Quran dan hadist. Allah telah berjanji akan mengubah nasib suatu kaum bila kaum itu mencoba merubahnya.
II.A.        URGENSI PENDIDIKAN DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI
Pendidikan adalah salah satu faktor yang menentukan terwujudnya masyarakat madani, masyarakat yang adil dan makmur tentunya haruslah masyarakat yg berpendidikan.
Di era multidimensi seperti saat sekarang ini, masyarakat dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas, pendidikan yang tingi agar tidak tertelan oleh perkembangan zaman. Era multidimensi menuntut masyarakat untuk memahami segala aspek kehidupan sosial ekonomi, budaya, agama dll, tanpa memahami beberapa aspek tersebut.
Yaumi CA. Achir mengatakan bahwa bergesernya struktur masyarakat dari yang tradisional ke yang modern, dari masyarakat agraris ke masyarakat industry, maka terbuka pula berbagai job baru yang memerlukan berbagai jenis keterampilan dan keahlian. Untuk menghadapi semua ini, tentu saja kurikulum di setiap lembaga pendidikan harus disesuaikan dengan perkembangan zaman.[5]
Dalam hal menentukan kurikulum, tentunya pemerintah adalah pihak yang mempunyai kewenangan untuk menentukanya, pemerintah haruslah mampu menentukan kurikulum yang sesuai dangan perkembangan zaman di era multidimensi.
Kesatuan di dalam umat dapat dicapai dengan sebaik-baiknya melalui pendidikan.[6]
Pendidikan sebagai bagian penting dalam proses pembangunan bangsa hendaknya dibangun atas paradigma pendidikan yang memiliki empat pilar
1.      Pendidikan untuk semua warga masyarakat.
Cita-cita era reformasi tidak lain adalah membangun suatu masyarakat madani Indonesia. Oleh karena itu, paradigma baru pendidikan nasional diarahkan kepada terbentuknya masyarakat madani Indonesia tersebut. Pendidikan bisa dirasakan seluruh lapisan masyarakat. Sehingga pendidikan berperan dalam membangun masyarakat madani dan tumbuh atas kesadaran dan kebutuhan masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi kelangsungan hidupnya. Pendidikan harus berlangsung dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk semua masyarakat. Pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat bukan merupakan objek pendidikan dari negara atau sekelompok penguasa, tetapi partisipatif aktif dari masyarakat, di mana masyarakat mempunyai peranan di dalam setiap langkah program pendidikannya. Pendidikan bersama-sama masyarakat artinya masyarakat diikutsertakan di dalam program-program pemerintah yang telah mendapatkan persetujuan masyarakat karena lahir dari kebutuhan nyata dari masyarakat itu sendiri.
2.      Pendidikan demokratis.
Pendidikan yang dapat mengembangkan masyarakat madani adalah proses pendidikan yang mampu mengembangkan seluruh potensi peserta didik. Pendidikan demokratis merupakan model pendidikan yang mengembangkan prinsip-prinsip demokratis yakni pendidikan yang menghargai perbedaan pendapat (the right to be different), kebebasan untuk mengaktualisasikan diri, kebebasan intelektual, kesempatan untuk bersaing di dalam perwujudan diri-sendiri (self realization), pendidikan yang membangun moral, pendidikan yang semakin mendekatkan diri kepada Sang Penciptanya.
3.      Pendidikan yang bertumpu pada kebudayaan lokal.
Bangsa Indonesia saat ini terancam disintegrasi bangsa. Hal ini sebagai akibat dari sistem pendidikan yang bersifat sentralistik yang telah lama diterapkan. Pendidikan sentralistik kurang mengakomodasi adanya kebudayaan kebhinekaan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau, kebiasaan, adat istiadat, agama, dan kebudayaan merupakan khazanah dalam mengembangkan sistem pendidikan. Unsur-unsur budaya lokal yang tersebar di bumi Indonesia ini dikaji dan dikembangkan sehingga dapat memberikan sumbangan bagi terwujudnya kebudayaan nasional.
Tugas pendidikan nasional bukan sekadar menghayati dan mengembangkan unsur-unsur kebudayaan lokal dan nasional, tetapi ikut membangun kebudayaan nasional tersebut.
Pendidikan yang didasarkan pada kebudayaan menuntut pranata-pranata sosial untuk pendidikan seperti keluarga, sekolah, haruslah merupakan pusat-pusat penggalian dan pengembangan kebudayaan lokal dan nasional. Namun, yang terjadi dalam pendidikan kita tidak lagi berfungsi sebagai pusat pengembangan kebudayaan, yang ada hanyalah diprioritaskan pada aspek intelektual, sedangkan aspek-aspek kebudayaan lainnya kurang terintegralistik.
4.      Pendidikan yang seimbang antara imtaq dan iptek.
Pendidikan harus dikonsepsikan sebagai aktualisasi sifat-sifat Allah pada manusia dan disusun sebagai suatu proses sepanjang hayat dan harus meliputi pengalaman-pengalaman yang berguna dari berbagai sumber baik itu pengetahuan, keterampilan atau sikap, di dalam dan di luar sekolah yang akan menjadikan peserta didik dapat memikul tugas dan tanggung jawabnya kepada Allah, dirinya sendiri, sesama manusia dan lingkungannya.
Pendidikan harus bertujuan membentuk kepribadian seimbang di kalangan peserta didik melalui latihan rohani (spiritual), intelektual, emosional, dan jasmani dengan menunjukkan peserta didik itu kepada berbagai pengalaman pada aspek-aspek pertumbuhan dan perkembangan. Dengan demikian, kurikulum harus berdasarkan pada klasifikasi ilmu pengetahuan yakni ilmu-ilmu wahyu (Alquran) dan ilmu-ilmu yang diperoleh melalui akal dari ayat-ayat kauniyah (alam jagat raya berserta seluruh isinya)
II.B.         PEMERINTAH YANG AMANAH
Jika kamu bertiga dalam perjalanan, maka hendaklah pilihlah salah seorang dari kamu menjadi pemimpin.[7]
Tidak beriman orang yang tidak bisa menjaga amanah yang dibebankan padanya. Dan tidak beragama orang yang bisa menepati janjinya.[8]
Tidak ada yang berhak untuk memberikan ceramah (nasehat/cerita hikmah) kecuali seorang pemimpin, atau orang yang mendapat izin untuk itu (ma’mur), atau memang orang yang sombong dan haus kedudukan.[9]
Hadist di atas telah menjelaskan pentingnya pemimpin, bagi masyarat madani penulis berpendapat haruslah mempunyai pemimpin yang dapat menjadi panutan, dan dapat mempersatukan semua masyarakat serta amanah.
Masyarakat madani haruslah mempunyai pemimpin yang amanah, seperti yang di contohkan Muhammad SAW dan para sahabatnya dalam memimpin umat islam.
Seorang pemimpin, tidak hanya bisa memimpin yang dipimpin, tetapi juga mempengaruhi masyarakat untuk bersama-sama membangun. Kalau ada yang membangkang (oposisi),[10] pemimpin yang baik harus turun gunung - mengajak berdialog untuk menyatukan semua yang dipimpin. Tidak boleh menggunakan politik pecah belah (devide et impera)[11] atau politik belah bambu, yaitu sebagian diangkat, yang lain ditekan.
Pemerintah di hampir setiap negara percaya bahwa tugas utama dari setiap pemerintah apakah demokratis atau otoritarian adalah menjamin agar negara dan bangsanya tetap hidup dan berjaya. Kejayaan dan kehidupan seuatu negara mencakup dua tugas fundamental yang harus tetap dijalankan. Dua tugas fundamental itu antara lain; mempertahankan kemerdekaan dari ancaman musuh dari luar, dan mengendalikan dan mengelola konflik internal agar tidak berlarut-larut menjadi perang saudara.
Berdasarkan pada kedua tugas fundamental tersebut, pemerintah harus bisa memenuhi kebutuhan masyarakat yang nantinya bisa menerima dan mendukung kebijakan dan program-program pemerintah. Olehnya, pemerintah harus mau mendengar, mengamati, dan menyaring melalui tuntutan politik yang secara nyata oleh berbagai macam kelompok kepentingan.[12]
Masyarakat merupakan suatu kelompok orang-orang yang hidup dalam suatu lingkungan tertentu yang mempunyai tradisi, institusi, aktivitas, dan kepentingan bersama.[13] Selama kepentingan bersama di antara kelompok-kelompok itu tidak berbeda, maka konflik memungkinkan tidak akan tumbuh. Akan tetapi jika kepentingan bersama telah telah membiaskan, maka konflik akan terjadi.
Pemerintah selaku pemimpin dan pembuat kebijakan mestinya haruslah berorientasikan kemakmuran dan keadilan rakyat (madani) yang menjunjung tinggi kepentingan bersama, bukan hanya kepentingan sekelompok atau golongan saja.
Kebijakan-kebijakan yang tepat di era multisimensi tentunya akan membantu dalam hal mewujudkan cita-cita bangsa.
II.B.1     EKONOMI
Masyarakat madani haruslah mempunyai perekonomian yang kuat di era multidimensi seperti saat sekarang ini, orang-orang dituntut bersaing dalam memenuhi kebutuhannya.
Selama dua dekade sejak tahun 1950, dunia ditandai dengan munculnya bangsa-bangsa yang belum maju sebagai suatu kekuatan ekonomi dan politik yang berkembang cukup pesat dalam dunia internasional. Negara-negara sedang berkembang (NSB) semakin meningkat aspirasinya untuk mengejar ketertinggalannya di bidang ekonomi dari negara-negara maju. Hal ini ditunjukkan oleh diterimanya secara universal perencanaan pembangunan sebagai sarana yang utama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat.
Kenyataan menunjukkan bahwa kenaikan pendapatan per kapita belum bisa memecahkan masalah-masalah pokok negara sedang berkembang yang pada umumnya terperangkap dalam keterbelakangan dan kemiskinan. Jika pendapatan per kapita naik, tetapi jumlah penduduk miskin tidak berkurang dan bahkan bertambah, maka ada sesuatu yang tidak beres mengenai distribusi pendapatan. Artinya, terdapat jurang antara yang kaya dengan yang miskin, dimana sebagian besar pendapatan diambil oleh sebagian kecil orang. Atas dasar kenyataan demikian, maka pada dekade 1970-an, telah dilakukan redefinisi pertumbuhan ekonomi. Pembangunan atau pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai “proses pengurangan atau penghapusan kemiskinan, kepincangan distribusi pendapatan dan pengangguran” atau “the reduction or elimination of poverty, inequality and unemployment within the context of a growing economy”.[14] Kemudian sejak terjadinya krisis energi tahun 1973, timbul gagasan untuk memasukkan unsur percaya diri atau berdiri di atas kaki sendiri ke dalam pengertian pembangunan. Berdiri di atas kaki sendiri (self reliance) berarti pengurangan ketergantungan pada kebutuhan pokok yang di impor meliputi bahan makanan, minyak bumi, modal dan keakhlian.
1. EKONOMI KAPITALIS
Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang berasakan kepentingan pribadi, dimana nilai produksi dan konsumsi semata-mata untuk menggaet profit. Sistem kapitalisme sama sekali tidak mengindahkan kesejahteraan sosial, kepentingan bersama, kepemilikan bersama ataupun yang semacamnya. Asas kapitalisme adalah kepuasan sepihak, alias setiap keuntungan adalah milik pribadi.
Dalam konteks mewujudkan masyarakat madani, tentunya sistem ekonomi yang seperti ini sangat bertentangan, masyarakat madani adalah masyarakat membangun buka hanya untuk perseorangan atau kelompok, namun untuk kepentigan bersama.
Akan dating pada kalian satu tahun (masa) yang lebih buruk pada satu tahun (masa) sebelumnya, Akan tetapi yang aku maksud bukalah sebuah tahun yang lebih subur daripada tahun yang lain, ataupun seorang pemimpin yang lebih baik daripada pemimpin lainnya.Akan tetapi di masa itu, telang hilang (wafat) para ulama, orang-orang terpilih dan ahli fiqh kalin. dan kalian tidak menemukan pengganti mereka. Sehingga datanglah sebuah kaum yang berdalil hanya dengan menggunakan rasio mereka.[15]
Kapitalis cendrung memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini menetapkan adanya pemeliharaan kebebasan manusia yang terdiri dari kebebasan beraqidah, berpendapat, hak milik, dan kebebasan pribadi. Dari kebebasan hak milik ini dihasilkan sistem ekonomi kapitalisme, yang merupakan hal yang paling menonjol dalam ideologi ini. Oleh karena itu, sistem tersebut dinamakan sistem kapitalisme. Sebuah nama yang diambil dari aspek yang paling menonjol dalam ideologi itu. Demokrasi yang dianut oleh sistem ini, berasal dari pandangannya bahwa manusia berhak membuat peraturan hidupnya, sebagai konsekuensi logis dari ide pemisahan agama dari kehidupan. Oleh karena itu, menurut keyakinan mereka, rakyat adalah sumber kekuasaan. Rakyatlah yang membuat perundang-undangan. Rakyat pula yang menggaji kepala negara untuk menjalankan undang-undang yang telah dibuatnya. Rakyat berhak mencabut kembali kekuasaan itu dari kepala negara, sekaligus menggantinya, termasuk mengubah undang-undang sesuai dengan kehendaknya. Hal ini karena kekuasaan dalam sistem demokrasi adalah kontrak kerja antara rakyat dengan kepala negara yang digaji untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan undang-undang yang telah dibuat oleh rakyat.[16] Jika sudah seperti itu, maka negara akan cenderung membuat kebijakan yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertetu saja.
2. EKONOMI PANCASILA
Ekonomi pancasila merupakan ilmu ekonomi kelembagaan (instructional economics) yang menjungjung tinggi nilai-nilai kelembagaan Pancasila sebagai idiologi Negara yang kelima silanya, secara utuh maupun sendiri-sendiri, menjadi rujukan setiap orang Indonesia. Jika Pancasila mengandung 5 asas, maka semua substansi sila Pancasila (1) etika, (2) kemanusiaan, (3) nasionalisme, (4) kerakyatan/demokrasi, dan (5) keadilan social, harus di pertimbangkan dalam model ekonomi yang disusun. Kalau sila pertama dan kedua adalah dasarnya, sedangkan sila ketiga dan keempat sebagai caranya, maka sila kelima Pancasila adalah tujuan dari Ekonomi Pancasila.
Berkaitan dengan ciri masyarakat ekonomi yang majemuk di Indonesia, maka pelaku ekonomi dalam sistem ekonomi di Indonesia seyogianya bersifat pluralistis. Paling tidak ada tiga pelaku ekonomi utama yang harus diberi kesempatan untuk berkembang secara bersama-sama, yaitu perusahaan-perusahaan swasta (private enterprise), termasuk di dalamnya, perusahaan keluarga (family enterprises), koperasi dan perusahaan negara (state enterprise). Dalam hal ini negara dan pasar mengemban misi bersama-sama memodernisasi ketiga entitas ekonomi di atas. Peran negara selama ini yang picking on the winnersharus dikurangi atau bahkanharus dihilangkan. Pasarlah yang akan menguji eksistensi dan peranan ketiga entitas di atas. Proses modernisasi pelaku-pelaku ekonomi sejalan dengan azas pluralisme yang berlaku di bidang-bidang politik, sosial, dan budaya.
Sistem Ekonomi Pancasila berisi aturan main kehidupan ekonomi yang mengacu pada ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dalam sitem Ekonomi Pancasila, pemerintah dan masyarakat memihak pada (kepentingan) ekonomi rakyat sehingga terwujud kemeralatan sosial dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Inilah sistem ekonomi kerakyatan yang demokratais yang melibatkan semua orang dalam proses produksi dan hasilnya dinikmati oleh semua warga orang dalam proses produksi dan hasilnya dinikmati oleh semua warga masyarakat.
Aturan main sitem ekonomi Pancasila yang lebih ditekankan pada sila ke 4 (Kerakyatan yang dipimpin olek hikmat kebuijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan) menjadi selogan baru yang di perjuangakan sejak eformasi. Melalui gerakan reformasi banyak kalangan terhadap hukum dan moral dapat dijadikan landasan pikir dan landasan kerja. Sitem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang memihak pada dan melindungi kepentingan ekonomi rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sub-sistem dari ekonomi Pancasila, yang diharapkan mampu meredam akses kehidupan ekonomi yang liberal.
II.B.2     SUPREMASI HUKUM
Supremasi hukum dari segi istilah mempunyai arti bahwa suatu negara yakni negara hukum yang di dalamnya hukum diperlakukan sebagai penguasa atau panglima. Penempatan hukum dalam posisi supremasi, mengandung pengertian bahwa hubungan antara penguasa dan warga negara serta hak, kewajiban dan tanggungjawab masing-masing haruslah dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab sebagaimana yang telah dituangkan di dalam aturan hukum, baik di dalam aturan hukum tertulis berupa peraturan perundangan maupun hukum yang tidak tertulis.
Dalam mewujudkan masyarakat madani, hukum merupakan hal yang sangat penting, hukum sebagai acuan masyarakat dalam melaksanakan kehidupannya sehari-hari. Indonesia adalah negara hukum, dengan pedoman dasarnya iyalah UUD 1945 dan ideologi pancasila.
1. HAM (Hak Asasi Manusia)
Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir, dan tidak ada satupun manusia yang dapat menganggu gugatnya, Manusia adalah makhluk kebaikan yang berpembawaan asal kebaikan dan kebenaran[17]
.           Dasar-dasar HAM tertuang dalam Deklarasi Universal HAM, 10 Desember 1948 oleh United Nation atau Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1
Namun yang terjadi di Indonesia, HAM tidak lagi menjadi prihal yang harus di junjung tinggi, terlihat dari adanya banyak pelanggaran HAM yang terjadi, belum terungkap sampai tuntas, seperti :

a. Kasus Tanjung Priok (1984)
Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasa dan penembakan
b. Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jatim (1994)
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.
c. Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.
d. Peristiwa Aceh (1990)
Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang menginginkan Aceh merdeka.
e. Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998)
Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang).
f. Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)
Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya luka-luka). Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang warga sipil meninggal) dan tragedi Semanggi II pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang luka-luka).
g. Peristiwa kekerasan di Timor Timur pasca jejak pendapat (1999)
Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia menjelang dan pasca jejak pendapat 1999 di timor timur secara resmi ditutup setelah penyerahan laporan komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia - Timor Leste kepada dua kepala negara terkait.
h. Kasus Ambon (1999)
Peristiwa yang terjadi di Ambon ni berawal dari masalah sepele yang merambat kemasala SARA, sehingga dinamakan perang saudara dimana telah terjadi penganiayaan dan pembunuhan yang memakan banyak korban.
i. Kasus Poso (1998 – 2000)
Telah terjadi bentrokan di Poso yang memakan banyak korban yang diakhiri dengan bentuknya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II Poso.
j. Kasus Dayak dan Madura (2000)
Terjadi bentrokan antara suku dayak dan madura (pertikaian etnis) yang juga memakan banyak korban dari kedua belah pihak.
k. Kasus TKI di Malaysia (2002)
Terjadi peristiwa penganiayaan terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia dari persoalan penganiayaan oleh majikan sampai gaji yang tidak dibayar.
m. Kasus-kasus lainnya
Selain kasus-kasus besar, terjadi juga pelanggaran Hak Asasi Manusia seperti dilingkungan keluarga, dilingkungan sekolah atau pun dilingkungan masyarakat.
     Dari kasus-kasus di atas, masih banyak pelanggaran HAM yang masih belum jelas penyelesaiannya, ini adalah bukti bahwa HAM di Indonesia masih sangat mengecewakan penegakannya.

2. PENEGAKAN HUKUM
Setiap pemimpin yang menangani urusan kaum muslimin, tetapi tidak berusaha semaksimal mungkin untuk mengurusi mereka dan memberikan arahan kepada mereka, maka dia tidak akan bisa masuk surge bersama kaum muslimin itu.[18]
Penegakan Hukum di Indonesia masih seperti dua mata pisau, tajam kebawah tumpul keatas. Para penegak hukum masih terlihat tebang pilih dalam menyelesaikan kasus. terbukti masih banyak sekali kasus yang sampai saat sekarang belum terselesaikan, seperti yang penulis sebutkan di pembahasan sebelumnya.
Atas dasar itu semua, upaya penyadaran, penegakan harkat dan martabat kemanusiaan ini penting untuk terus dilakukan.[19] Di dunia internasional, upaya itu berupa pengumuman negara-negara yang tingkat kesadaran dan penegakan nilai HAM sangat rendah, yang sering kita dengar dalam media massa, atau menghukum pelaku kejahatan kemanusiaan. Mengenai hal ini Nurcholis madjid menunjukkan dua jalan:
… penyebaran dan kesadaran akan hak-hak asasi itu harus dilakukan secara ekstra, yakni, selain melalui saluran-saluran resmi sabagaimana mestinya, juga melalui saluran-saluran tidak resmi (dalam arti “nonformal” atau “nongovernmental”). Sebab, umumnya lembaga-lembaga nonformal itu tumbuh dan berkembang atas dasar dorongan batin dan nilai hidup tertentu. Motivasi yang biasanya sangat tinggi pada para aktivis badan-badan swadaya (LSM) itu dapat dipahami hanya dari sudut komitmen mereka pada nilai-nilai kemanusiaan yang mereka pilih.[20]
            Pemerintah dituntut untuk melakukan pelakukan tindakan yang tegas dalam mengatur institusi penegak hukum, penegakan hukum di Indonesia tidak lagi hanya memihak kaum yang berkuasa dan menindas kaum yang lemah.
II.C.        PERAN PEMUDA MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI
           
            Pemuda  selain sebagai generasi penerus perjuangan dalam hal mewujudkan masyarakat madani tentunya juga sebagai pendukung dan berperan dalam mewujudkannya.
            Pemuda-pemuda intelektual dituntut terjun langsung dalam masyarakat sebagai garda terdepan atau ujung tombak negara yang mempuyai cita-cita menciptakan masyarakat madani, Intelektualisme pasti menuntut setidaknya dua hal; berfikir kritis dan terlibat[21]
            Ada serombongan orang yang berkata kepada ibnu umar; kalau kami bertemu dengan para pemimpin kami maka kami pasti mengatakan sesuatu yang sama sekali berbeda dengan apa yang kami katakana bila tidak bertemu dengan mereka (pemimpin). Ibnu umar berkata; hal itu kami anggap sebagai sebuah sikap munafik.[22]
            Peran pemuda hari ini, sebagai agen of change, agen of development, agen of modernization dan social control seharusnya mampu membawa perubahan ketengah-tengah masyarakat.
            Agent of Change: bertugas mengadakan perubahan-perubahan dalam masyarakat ke arah yang lebih baik. Pengetahuan yang diterima dalam pendidikan dipakai demi pengabdian manusia, agar dapat hidup bermartabat. Hal-hal yang tidak sesuai dan menghambat kemajuan haruslah diganti dengan hal-hal yang baru sesuai dengan tuntutan zaman Dalam mengadakan perubahan juga harus memperhatikan situasi dan kondisi di mana mereka berada. Perubahan yang memajukan negara lain belum tentu cocok dilaksanakan di Indonesia.
            Agent of Development: bertugas melancarkan pembangunan baik bersifat fisik maupun non fisik. Mahasiswa diharapkan bertindak sebagai pelopor-pelopor dalam pembangunan. Pembangunan tidak akan berjalan lancar bila manusia-manusianya tidak giat bekerja.
            Agent of Modernization: bertugas sebagai pelopor dalam pembaruan. Pembaruan yang akan dijalankan tidak terlepas dengan lingkungan masyarakat sekitar. Tidak semua yang telah hidup berurat dan berakar di Indonesia dapat diubah begitu saja dengan hal-hal yang baru. Belum tentu hal-hal yang baru itu membawa perubahan yang baik bagi bangsa, karena malah bisa jadi hal yang baru itu justru menjerumuskan bangsa ke jurang kesengsaraan.Oleh karena itu mahasiswa sebagai manusia berpendidikan seharusnya dapat memilih mana yang perlu dipertahankan dan mana yang perlu diubah.
            Social control: pemuda harus peka terhadap apa saja yang terjadi terhadap dirinya terlebih lagi kepada masyarakat, mahasiswa harus peka dan kritis terhadapa penyelewengan-penyelewengan yang terjadi di dalam dirinya maupun masyarakat
Bekal yang harus dimiliki oleh pemuda agen perubahan masyarakat:
  1. Conceptual Skill: kemampuan menciptakan ide-ide dan gagasan-gagasan perubahan.
  2. Technical Skill: kemampuan-kemampuan teknis yang dibutuhkan sebagai solusi atas berbagai problematika masyarakat.
  3. Human Skill: kemampuan berhubungan dan berinteraksi dengan manusia lain (relasi interpersonal) dari berbagai komponen masyarakat yang akan diajak untuk melakukan perubahan bersama-sama.
.
            Mengapa harus kaum pemuda? Alasan pertama, karena pemuda adalah generasi penerus, yaitu generasi yang meneruskan generasi sebelumnya yang baik. Allah SWT berfirman;
            Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun pahala amal mereka”[23]
            Alasan kedua, karena pemuda adalah generasi pengganti, yakni menjadi pengganti generasi sebelumnya yang buruk dan tidak taat kepada Allah. Allah SWT berfirman ;
            Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintainya”[24]
            Dan alasan ketiga, karena pemuda adalah ruh baru, pengubah dan pembaharu, sebagaimana sososk seorang Nabi Ibrahim muda yang dikisahkan dalam Al-Qur’an:
            “Ingatlah ketika ia (Ibrahim) berkata kepada bapaknya : Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong sedikitpun.”[25]
            Pemuda memiliki empat kelebihan. Pertama, kekuatan spiritual: iman, takwa, dan ikhlas. Kedua, kekuatan intelektual: ingatan dan analisa yang tajam. Ketiga, kekuatan emosional: menggelora dan meledak-ledak, semangat dan kemauan yang kuat. Dan keempat, kekuatan fisik: tubuh masih segar dan sehat, otot-otot masih kuat
            Dengan semua kelebihan-kelebihan dan kemampuan serta tanggung jawab itu, apa yang mesti pemuda lakukan adalah berbuat (progresif), “Dan mereka yang berjuang dijalan-Ku, maka pasti Aku tunjukkan jalannya (mencapai tujuan) sesungguhnya Tuhan itu cinta kepada orang-orang yang selalu berbuat(progresif)”[26]
            Ketika para pemuda bersatu dan bertekat dengan tujuan bersama (masyarakat madani), tentu hal itu bukanlah halyang mustahil untuk di wujudkan, seperti kutipan berikut; Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncang  dunia[27]






BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Masyarakat madani merupakan tujuan utama dari ajaran islam di dunia yang versi bahasa Indonesia diungkapkan dengan frasa masyarakat adil dan makmur yang di ridhoi Allah SWT dan dalam versi Al-qur’an diungkapkan dengan frasa baldatun thayyibatun wa robbun ghofur, atau negeri yang baik dan selalu dalam lindungan ampunan Allah SWT.
Dalam upaya mewujudkannya di negara Indonesia, tentunya menuntut semua kalangan untuk berperan aktif dalam usaha perwujudan maupun mengawasannya.
Pendidikan haruslah tersebar kesegala daerah, agar semua masyarakat dapat berperan, Pendidikan yang dapat mengembangkan masyarakat madani adalah proses pendidikan yang mampu mengembangkan seluruh potensi peserta didik. Pendidikan juga harus tetap memasukkan unsur budaya yang ada di Indonesia, dengan mempelajari budaya-budaya di Indonesia, diharapkan bangsa Indonesia terhindar dari konflik-konflik antar suku dan budaya. Di era multidimensi dengan perkembangan teknologi, tentulah pendidikan mengenai itu juga harus didapatkan oleh masyarakat.
Masyarakat madani juga masyarakat yang kuat dalam bidang ekonomi, untuk mencapai masyarakat yang makmur. Sistem ekonomi juga harus sesuai dengan kemajemukan bangsa,asas membangun bersama bukan saling menjatuhkan dan meraup keuntungan pribadi.
Pemerintah sebagai pembuat kebijakan sangat berpengaruh dalam mewujudkan masyarakat madani. Pemerintah haruslah sebijak mungkin dalam membuat peraturan, peraturan atau kebijakan haruslah selalu berorientasi kepada kepentingan bersama, bukan hanya kepentingan perseorangan maupun golongan.
Terakhir sebagai ujung tombak dalam upaya-upaya mewujudkan masyarakat madani adalah para pemuda, penerus generasi bangsa, pembawa perubahan dan pengganti dari yg buruk menjadi baik. Pemuda haruslah kritis dalam mengawasi pelaksanaan dan berperak aktif untuk mencapai tujuan bersama itu.
B.     SARAN
            Berdasarkan penulisan makalah di atas, penulis menyarankan agar para pembaca sekalian dapat:
1.      Menanamkan semangat membangun bersama, kepedulian terhadap orang lain untuk mewujudkan masyarakat madani.
2.      Berpikir kritis dan ikut dalam memberi solusi-solusi untuk memecahkan permasalahan yang menghambat terwujudnya masyarakat yang madani.
3.      Terjun langsung ke dalam masyarakat, serta member peran sesuai dengan bidang pembaca masing-masing

















[1] Ultimate goal: Tujuan Utama
[2] Negara yang baik, dan selalu dalam ampunan Allah
[3] Nurcholish Madjid, “ Menuju Masyarakat Madani “, dalam ulumul Qur’an, No. 2/VII/1996, hal. 51-55.
[4] Baca QS Ar-Ra'd:11
[5] Yaumi C.A Achir, Reformasi Pendidikan Sebagai Upaya Memaksimalkan Hasil Pendidikan. dalam Muh Sain Hanafy (ed), Lentera Pendidikan, vol. 12 no. 2 Desember 2009: 173-187
[6] Victor Immanuel Tanja, Himpunan Mahasiswa Islam, Sejarah dan Kedudukannya Di Tengah Gerakan-gerakan Muslim Pembaharuan Indonesia,cet 1, Jakarta, 1982: hal 52
[7] H.R. Abu Daud
[8] H.R Ahmad bin hambal
[9] H.R Muslim
[10] kelompok politik terorganisasi yang memberikan pandangan yang berbeda dengan pemerintah
[11] kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan
[12] Miftah Thoha, Birokrasi Politik di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 34.
[13] Mitfah Thoha, Birokrasi Politik di Indonesia, 26
[14] Baca; Partadiredja, Ace. Pengantar Ekonomika, Yogyakarta, 1993
[15] H.R Ad darimi
[16] Muhammad Khairul Afdhol, Rekonstruksi Paradigma Masyarakat Islam di Era Kapitalisme Menuju Masyarakat Adil Makmur yang di Ridhoi  Allah SWT, 2012
[17] Mohammad Monib dan Islah Bahrawi, ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA Dalam Pandangan NURCHOLISH MADJID, Jakarta, 2011, hal 94
[18] H.R Muslim
[19] Mohammad Monib dan Islah Bahrawi, ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA Dalam Pandangan NURCHOLISH MADJID, Jakarta, 2011, hal 296
[20] Baca kutipan Nurcholish Madjid dalam: Mohammad Monib dan Islah Bahrawi, ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA Dalam Pandangan NURCHOLISH MADJID, Jakarta, 2011, hal 296-297
[21] K. H Agus Salim
[22] H.R Bukhori
[23] QS. Ath-Thur : 21
[24] QS. Al-Maidah : 54
[25] QS. Maryam : 42
[26] QS. Al-Ankabut : 69
[27] kutipan dari bung Karno (Presiden Pertama RI)